Selasa, 29 September 2009


Bangunan SD Inpres Lama Sebaiknya Direnovasi
By admin
Monday, April 06, 2009 20:11:00 Clicks: 415 Send to a friend Print Version
Bangunan SD Inpres Lama Sebaiknya Direnovasi

Senin, 6 April 2009 | 20:11 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono

BANDUNG, KOMPAS.com - Bangunan-bangunan sekolah bekas SD Inpres yang dibuat tahun 1974-1977 sebaiknya dihancurkan dan diganti dengan struktur bangunan baru. Orangtua siswa khawatir, kasus seperti di SDN Sejahtera bakal terulang di masa mendatang jika tidak diantisipasi serius.

Hal itu disampaikan Sekretaris Jendral Forum Orangtua Siswa (Fortusis) Bandung Raya, Senin (6/4). Bangunan-banguna SD Inpres ini kan sebetulnya tidak layak. Aspek kajian teknis dan strukturnya banyak yang tidak memenuhi syarat. Seperti halnya kasus yang terjadi di SDN Sejahtera, ucapnya.

Kekhawatiran semakin menjadi-jadi saat musim penghujan saat ini. Potensi hujan lebat disertai angin kencang semakin tinggi dan bukan tidak mungkin memicu robohnya atap bangunan SD-SD Inpres yang kualitasnya rendah dan t erus dimakan usia. Dwi pun mengusulkan SD-SD yang dibuat zaman Orde Baru ini digantikan bangunan baru. Tidak perlu direhabilitasi seperti halnya kasus di SDN Sejahtera.

Sekeratis Dinas Pendidikan Kota Bandung Dadang Iradi membenarkan, struktur bangunan SD Inpres relatif lebih rentan dibandingkan bangunan SD yang dibuat zaman lainnya, termasuk yang usianya lebih tua. Kan pembangunannya menggunakan sistem darurat saat itu. Mengejar jumlah. Dinding hanya terbuat dari batako dan atapnya asbes, ucapnya.

Ironisnya, sebagian dari sekolah rusak yang ada di Kota Bandung saat ini adalah SD-SD Inpres. Total ruang kelas rusak yang tercatat saat ini adalah 1.500 buah. Lagian, kami pun sebetulnya masih membutuhkan ruang-ruang kelas baru. Target rehabilitasi ini sampai 2010, ucapnya. Tahun ini, Pemkot Bandung menganggarkan dana rehabilitasi Rp 42 miliar dan untuk pengadaan ruang kelas baru Rp 11 miliar.

Tahun 2009 ini ada 90 sekolah yang mendapatkan proyek rehabilitasi dari dana role sharing . Di lain pihak, pada ta hun ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak lagi mengaggarkan dana role sharing rehabilitasi dan pengadaan ruang kelas baru. Program ini akan di;anjurkan lagi tahun 2010. Di Bandung, perbaikan sarana prasarana menjadi program prioritas selain mewujudkan pendidikan dasar secara cuma-cuma.

Kontrol masyarakat

Ketua Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia Eko Purwono mengatakan, kasus di SDN Sejahtera sebetulnya tidak perlu terjadi apabila masyarakat lebih dilibatkan aktif di dalam pengawasan dan proyek rehabilitasi gedung sekolah. Mengacu kepada ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan, masyarakat berhak memberi masukan tentang rencana teknis dan tata bangunan.

Bahkan, bisa melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang bisa membahayakan, tuturnya. Dwi Subawanto sependapat dengan hal ini. Sayangnya, menurutnya, tidak tiap sekolah mau memberi ruang yang luas terhadap partisipasi publik dalam perencanaan atau pengerjaan proyek di sekolah.

Sering terjadi, komite sekolah (wakil dari masyarakat) justru tidak dilibatkan, ucapnya. Ia menduga, hal ini juga terjadi di dalam kasus ambruknya ruang kelas di SDN Sejahtera. Padahal, ucapnya, apalagi di swakelola, keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan sangatlah dibenarkan. Jadi, bukan hanya urusan kepsek semata, ucapnya.

Hal ini dibenarkan Kepala Seksi Pembinaan TK dan SD Bidang Pendidikan Dasar Disdik Provinsi Jawa Barat Uuh Suparman. Sistem swakelola justru merangsang adanya partisipasi aktif dari masyarakat. Dana Rp 4 juta sebetulnya kan terbatas. Dari sini justru diharapkan adanya sumbangsih masyarakat, misalnya tenaga, ucapnya.

Sumber: Kompas.Com
http://regional.kompas.com/read/xml/2009/04/06/20114149
/Bangunan.SD.Inpres.Lama.Sebaiknya.Direnovasi.
Berita Pendidikan
READ MORE -

Senin, 28 September 2009

KOMPUTER DAN PENDIDIKAN
Tanggung jawab sekolah yang besar dalam memasuki era globalisasi adalah mempersiapkan siswa untuk mengahadapi tantangan-tantangan dalam masyarakat sangat cepat perubahannya. Sala satu dari tantangan yang dihadapi oleh para siswa adalah menjadi pekerja yang bermutu. Kemampuan berbicara dalam bahasa asing dan kemahiran komputer merupakan dua kriteria utama yang pada umumnya diajukan sebagai syarat untuk memasuki lapangan kerja di Indonesia ( dan di seluruh dunia ). Mengingat sekitar 20-30 % dari lulusan SMU di seluruh wilayah Nusantara ini yang melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi, dan dengan adanya komputer yang telah merambah di segala bidang kehidupan manusia, maka dibutuhkan suatu tanggung jawab yang besar terhadap system pendidikan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan kemahiran komputer bagi para siswa kita.

Biaya yang dibutuhkan untuk mempersiapkan belajar komputer di sekolah akan mahal.

* Bagaimana pemerintah akan mampu membiayai pembangunan ini ?
* Memberikan apa yang dibutuhkan, bagaimana pemerintah dapat mengelak untuk tidak membiayai pembangunan ini ?
* Apakah pemerintah harus membiayai secara penuh untuk pembangunan ini ?

Dalam menghadapi masalah ini beberapa sekolah swasta dan negeri yang telah mengambil langkah maju. Pada beberapa sekolah mereka telah membangun hubungan yang sangat erat dengan masyarakat setempat dan melakukan sebuah lompatan yaitu dengan mengundang para masyarakat penyumbang untuk membangun fasilitas dasar komputer. Sekolah ini telah membuktikan bagaimana mengatasi salah satu masalah terbesar dalam pengenalan teknologi ke sekolah-sekolah di Indonesia secara berkesinambungan. Keefektifan system yang berkesinambungan ini sudah tumbuh lama ketika masyarakat setempat memahami bagaimana pentingnya teknologi bagi anak-anak mereka. Dalam hal ini kami telah mempelajari bahwa, sekolah-sekolah yang bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk membangun fasilitas cenderung berkembang secara teratur dan juga meningkatkan dukungan dari masyarakat setempat.

Kesinambungan adalah faktor utama. Pada program di masa lalu untuk menyediakan teknologi ke sekolah kebanyakan mencapai sedikit sukses dalam jangka waktu yang cukup lama dan jarang sekali menunjukkan perkembangan. Persyaratan mengenai laboratorium bahasa adalah contoh yang umum. Biasanya ada enam masalah utama, yaitu ;

* Anggaran untuk perawatan fasilitas awal tidak tersedia.
* Pelatihan biasanya terlalu spesifik dan tidak berhubungan dengan kebutuhan di lapangan atau perubahan sikap.
* Tidak tersedianya karyawan untuk perawatan rutin dan pengembangannya.
* Tidak tersedianya teknisi ahli atau terlalu mahal
* Materi yang sesuai untuk mengajar tidak tersedia
* Lemahnya kondisi kerja guru di lapangan mendorong bahwa mereka tidak dapat membagi waktu untuk mengembangkan materi mengajar secara kreatif.

Masalah-masalah ini menjadi lebih luas dalam hal komputer karena tingkat keahlian yang diminta untuk mengembangkan dan merawat fasilitas tersebut sangat tinggi serta kemahiran komputer mempunyai nilai jual yang sangat tinggi pula. Saran untuk memberi pelatihan karyawan di sekolah tidak berlaku dalam konteks yang ada saat ini. Karena siapa saja yang mengembangkan diri untuk mencapai posisi tingkat ahli, mereka di sektor komersil dapat menghasilkan sepuluh kali lipat dari apa yang mereka dapat di sekolah, jadi mungkin saja mereka akan menghabiskan waktu dengan pekerjaan dari luar kantor (hal ini juga menjadi masalah pada karyawan yang memiliki kemampuan di bidang jasa umum).

Bagaimana caranya di beberapa sekolah berhasil membeli komputer, yang mahal dan memerlukan biaya perawatan yang cukup tinggi?

Hanya sedikit sekolah yang berlokasi dilingkungan yang makmur, di mana kelompok orang tua-guru dapat mencapai sejumlah besar uang secara mudah. Walaupun begitu beberapa sekolah yang lain berada di tengah lingkungan di mana tingkat social-ekonominya rendah, tetapi mereka juga berhasil mencapai tingkat yang sama dalam hal pencapaian di bidang pengembangan komputer dan fasilitas lain di lingkungan sekolah mereka. Dua contohnya yaitu SMUN 2 Wonosari di Daerah Istimewa Yogyakarta dan SMUN 23 di Bandung, Jawa Barat. Pendekatan awal yang dilakukan mereka terhadap pengembangan sekolah adalah serupa tapi tak sama. Keduanya menyusun kerberhasilan mereka dengan cara kooperatif dan bekerjasama dengan masyarakat setempat. Walaupun demikian SMUN 2 di Wonosari bergantung kepada penentuan dan pengembangan dari para karyawan itu sendiri. Sedangkan SMUN 23 di Bandung berinisiatif menentukan programnya melalui peranan enterprenur dan mendapatkan sumbangan dari masyarakat dan industri.

Tanpa mengindahkan cara pendekatan yang di tetapkan, sekolah anda dapat memutuskan untuk mengambil beberapa butir penting, yaitu sekolah harus benar-benar obyektif, berkomunikasi pro-aktif terhadap tujuan tersebut, menguntungkan masyarakat setempat dan harus terbuka serta 100 % transparan. Hal ini penting sekali bahwa pengembangan harus direncanakan dengan seksama sehingga meningkatkan kwalitas lulusan pendidikan bagi siswa dapat secara mudah dibicarakan dengan masyarakat. Akan mengherankan sekali jika melihat berapa jumlah dukungan ekstra yang akan dicapai dari masyarakat apabila dibangun suatu "kepercayaan" dan mereka "memahami" akan keuntungannya bagi anak-anak mereka.
Peralatan - perangkat keras apa saja yang diperlukan?

Peraturan yang ada sekarang ini, membatasi jumlah maksimum per kelas untuk 48 siswa. Sementara itu untuk kebutuhan ideal tersebut diperlukan 48 komputer, hal ini menjadi target yang tidak realistis bagi semua sekolah di Indonesia saat ini. Beberapa sekolah telah menunjukkan kepada kami bahwa mereka memulai keberhasilan program ekstra-kurikuler sekolahnya hanya dengan jumlah komputer yang terbatas, melalui penjadwalan ketat. Penulis percaya bahwa target realistis terdekat dalam pertengahan waktu adalah menjadi 24 komputer. Pada kenyataannya hampir seluruh kelas berisi di bawah 48 siswa jadi angka perbandingan bagi siswa terhadap komputer tidak lebih dari 2 :1. Berbagi komputer selama masa awal tahap pelatihan komputer dapat memberikan keuntungan untuk membantu membangun rasa percaya diri dan juga memberikan kesempatan kepada siswa yang lebih mahir, sehingga mereka dapat membantu siswa yang lemah (meningkatkan efisiensi guru). Hal ini bukan berarti sekarang anda harus membeli 24 komputer. Anda bisa memulai program dasar ekstra-kurikuler hanya dengan 2 komputer. Yang terpenting adalah anda memiliki rencana, membuat pengaturan untuk melatih dan memepersiapkan karyawan anda, serta mulai untuk membicarakan masalah komputer tersebut. Penulis pernah mengajar kelas Internet hanya menggunakan satu komputer saja.
READ MORE -
Template Design by SkinCorner